Powered By Blogger

Selasa, 27 Desember 2011

TES FORMATF TEORI HIMPUNAN

1. Diketahui himpunan-himpuna P ={1,2,3,4}, Q ={3,4,5,6} dan R = { 2,3,4,5}
    tentukan :
    a. P ∩ Q ; P Ụ Q ; P ∩ R ; P Ụ R ; Q ∩ R dan Q Ụ R
.    b. Apakah sifat assosiatif (P ∩ Q) ∩ R = P ∩ (Q ∩ R) terpenuhi?
    c. Apakah sifat distributif P ∩ (Q Ụ R) = (P ∩ Q) Ụ (P ∩ R) dan
    d. P Ụ (Q ∩ R) = (P Ụ Q) ∩ (P Ụ R) terpenuhi?
    e. gambarlah diagran Venn no 1a. 
2. Buktikan jika A subset B maka Bc subset Ac
3. Buktikan  A – ( B Ụ C ) = (A – B) ∩ (A – C)
4. Tentukan hasil dari :
    a. | 2 - √3|
    b. ||-3| - |2(3-5)||
    c. 13 + | -1-4 |-3-|-8|
5. Tentukan himpuna penyelesaian dari persamaan berikut :
    a. |5x + 1 |= 3
    b. |3x + 4| = -5
    c. |1 + 2(x-1)|  < |3x + 7|
    d. |3x -3| < |3x + 5|

TES FORMATF TEORI HIMPUNAN

1. Diketahui himpunan-himpuna P ={1,2,3,4}, Q ={3,4,5,6} dan R = { 2,3,4,5}
    tentukan :
    a. P ∩ Q ; P Ụ Q ; P ∩ R ; P Ụ R ; Q ∩ R dan Q Ụ R
.    b. Apakah sifat assosiatif (P ∩ Q) ∩ R = P ∩ (Q ∩ R) terpenuhi?
    c. Apakah sifat distributif P ∩ (Q Ụ R) = (P ∩ Q) Ụ (P ∩ R) dan
    d. P Ụ (Q ∩ R) = (P Ụ Q) ∩ (P Ụ R) terpenuhi?
    e. gambarlah diagran Venn no 1a. 
2. Buktikan jika A subhimpunan B maka Bc subhimpunan Ac
3. Buktikan  A – ( B Ụ C ) = (A – B) ∩ (A – C)
4. Tentukan hasil dari :
    a. | 2 - √3|
    b. ||-3| - |2(3-5)||
    c. 13 + | -1-4 |-3-|-8|
5. Tentukan himpuna penyelesaian dari persamaan berikut :
    a. |5x + 1 |= 3
    b. |3x + 4| = -5
    c. |1 + 2(x-1)|  < |3x + 7|
    d. |3x -3| < |3x + 5|

Jumat, 21 Oktober 2011

1.1. Pengertian Bilangan
Bilangan adalah suatu hal yang penting dalam matematika, begitu penting dan erat hubungannya dengan matematika, sehingga kalau kita membicarakan matematika maka dengan sendirinya bilangan terlibat didalamnya. Semua pelajaran yang menyangkut matematika seperti Aljabar, Geometri, Kalkulus, Vektor, dan cabang-cabang matematika lainnya tidak terlepas dari bilangan, bilangan bukan simbol, bukan pula angka. Tanda-tanda atau goresan yang biasa ditemukan pada kertas, batu-batu, tanah liat, dan sebagainya bukan bilangan tetapi lambang bilangan.
Oleh sebab itu apakah yang dimaksud dengan bilangan ? dalam matematika perkataan bilangan bisa untuk menyatakan jumlah atau banyaknya sesuatu. Umpamanya kita lihat dalam kalimat berikut ini :” Anak saya tiga orang”, artinya anak saya jumlahnya atau banyaknya tiga orang.

1.2. Lambang Bilangan
Dalam pendahuluan bilangan diberi lambang yang disebut lambang bilangan. Lambang bilangan itu bermacam-macam. Dalam sejarah kita mengenal sistem numerasi (angka) Mesir, Babylonia, Yunani, Cina-jepang, Rumawi, Arab, dan lain-lain. Yang lazim kita pergunaan sekarang ialah sistem angka Hindu-Arab. Lambang bilangan itu disebut juga angka.
Umpamanya dalam sistem numerasi Hindu-Arab:
(1)Anak saya tiga orang
Perkataan ”tiga” dapat ditulis ”3”. Jadi ”3” adalah lambang bilangan dari tiga”.
(2)Mobilnya empat buah
Perkataan ’empat” dapat ditulis ”4”. Jadi ”4” adalah lambang bilangan dari
empat”.
(3)Pohon cengkeh Pak Ali seribu pohon
Perkataan ’seribu” dapat ditulis ”1000”. Jadi ”1000” adalah lambang bilangan
dari ”seribu”.
Dalam kehidupan sehari-hari perbedaan antara bilangan sering terlupakan. Umpanya sudah menjadi kebiasaan umum untuk mengatakan :”tulislah bilangan yang lebih besar dari lima”. Padahal kalau sudah ditulis bukan lagi bernama bilangan tetapi lambang bilangan. Boleh jadi alasan yang dikemukakan ialah hilangnya perbedaan antara bilangan dan lambang bilangan di sini tidak begitu penting.nampak pentingnya membedakan hal ini bila akan memberikan pengertian dalam mempelajari sifat-sifat bilangan.
Dalam program ilmu hitung tradisional, hal ini memang tidak mendapatkan penekanan, karena penekanan diarahkan kepada penguasaan lambang Hindu-Arab demi keterampilan berhitung. Tetapi akibatnya konsep bilangan yang abstrak itu jadi hilang.
Sekarang ini kebanyakan penduduk dunia, paling sedikit mengenal dua macam lambang bilangan, yaitu lambang bilangan Hindu-Arab dan Romawi. Lambang bilangan Romawi ini banyak dipergunakan dalam hal-hal tertentu, umpanya dalam resep-resep dokter dan untuk menyatakan urutan. Untuk perhitungan-perhitungan lambang bilangan Hindu-Arab lebih banyak dipergunakan dari lambang bilangan Romawi, antara lain karena lambang bilangan itu telah memakai sistem posisi (nilai tempat), sedang lambang bilangan Romawi belum memakai sistem tersebut.

1.3. Riwayat perkembangan bilangan
1.3.1 Perhitungan Primitif
Pengertian bilangan dan proses perhitungan telah dikenal lama sejak jaman Prasejarah, walaupun masih sangat sederhana. Prinsip yang mereka pergunakan adalah dengan memakai sistem korespondensi1-1. misalnya dalam menghitung ternak mereka, mereka memakai satu coretan (garis) untuk satu ekor. Biasa juga mereka memakai jari-jari tangan atau kaki karena jari-jari terbatas jumlahnya, maka untuk jumlah yang lebih besar mereka memakai batu-batu kerikil atau potongan-potongan kayu denganmembuat goresan-goresan di dinding atau dengan membuat simpul-simpul pada seutas tali.
1.3.2 Dasar bilangan
Lama-kelamaan sesuai dengan kebutuhan karena perkembangannya ilmu pengetahuan, untuk memudahkan perhitungan itu perlu disusun secara lebih sistematis. Hal ini dilakukan dengan menyusun bilangan itu menjadi grup-grup dasar yang sederhana. Besar dari grup itu diatur dengan pengaturan yang serasi.
Caranya adalah sebagai berikut:
Kita mengambil bilangan b sebagai dasar yang disebut ”radiks” atau ”scale” untuk perhitungan. Maka dalam menghitung dinyatakan sebagai berikut: 1, 2, 3, ..., b.
Untuk bilangan-bilangan yang lebih besar dari b, dinyatakan dengan bilangan-bilangan yang telah ditentukan, yaitu : b+1, b+2, dan seterusnya. Mungkin karena jari-jari kita hanya berjumlah 10 buah, maka untuk praktisnya nenek moyang kita mengambil bilangan b itu adalah 10, yang kita pergunakan sampai sekarang dalam perhitungan-perhitungan. Jadi, mereka menghitung : 1, 2, 3, ..., 10. Sedangkan bilangan-bilangan selanjutnya adlah 10+1, 10+2, 10+3, dan seterusnya. Tetapi di samping bilangan 10 yang dipakai ada pula bangsa-bangsa (primitif) lain yang mempergunakan bilangan dengan dasar bukan sepuluh.
Umpamanya penduduk asli Quessnsland (Australia) memakai bilangan dua sebagai dasar. Jadi, cara perhitungan mereka adalah satu dan dua. Sedangkan untuk bilangan yang lebih besar mereka hanya mengatakan banyak.
Bangsa Tierra del fiego memakai bilangan 3 sebagai dasar, dan beberapa suku bangsa di Amerika Selatan memakai bilangan dasar 4. sedangkan sebuah bangsa di Afrika menghitung sebagai berikut: A = 1, oa=2, ua=3, oa-oa=4, oa-oa-a=5, oa-oa-oa= 6, dan seterusnya.
Dengan berdasarkan bilangan dasar itulah akhirnya istilah-istilah baru seperti :
12 = 1 lusin
20 = 1 kodi
60 = 1 widak
144= 1 gross
60 detik = 1 menit
60 menit = 1 jam
24 jam = 1 hari
7 hari = 1 minggu
30 hari = 1 bulan, dan seterusnya

1.3.3 Sistem bilangan tertulis
Sesuai dengan perkembangan perdaban mereka merasa perlu mencatat harta kekayaannya, seperti jumlah ternak, hasil pertanian, dan lain-lain. Mereka mulai menulis bilangan-bilangan yang dipergunakannya. Bilangan-bilangan tertulis (Writer number) itu disebut angka atau numerial.
Dengan demikian sampai sekarang kita telah mengenal beberapa macam sistem angka seperti sistem angka Hindu-Arab (yang kita pergunakan sekrang), Mesir Purba, Babylonia, Yunani, Romawi, Cina-Jepang, Attika, Arab, dan lain-lain.

1.4 Sistem Angka (Numerasi)
Seperti telah diuraikan di atas angka adalah bilangan yang ditulis dalam bentuk lambang-lambang. Dengan perkataan ini angka adalah bilangan yang dituliskan dalam bentuk simbol, lambang, atau notasi. Sedangkan sistem angka adalah penulisan secara sitematis dari lambang-lambang bilangan itu. Sekarang yang lazim kita pergunakan adalah sistem angka Hindu-Arab. Disamping itu masih banyak sistem yang lain. Selanjutnya akan diperbincangkan beberapa macam sistem angka.

1.4.1 Sistem Ijir (Tally)
Perhitungan yang paling terdahulu dan paling sederhana adalah perhitungan dengan memakai korespondensi 1-1, sistem ini disebut sistem ijir atau tally. Caranya ialah dengan memakai satu goresan atau tongkat untuk satu objek yang dihitung.
Contoh :
1) Bila seseorang mempunyai empat ekor kambing maka dia akan menyusun tongkat (goresan) sebanyak empat buah, yaitu : ││││
2) Ayam kepunyaan ayah 3 ekor digabungkan dengan ayam anaknya 4 ekor, jadi jumlahnya │││ + ││││ = │││││││
Untuk memudahkan perhitungan, maka setiap 5 tongkat (goresan) dikelompokkan menjadi satu kelompok yang ditulis dengan ││││ dan disebut satu ikat. Jadi dalam contoh di atas :
Ayam ayah + ayam anak = │││││││ = ││││ ││
Walaupun cara ini primitif dan sederhana namun sampai sekarang masih banyak dipergunakan, umpamanya dalam penyusunan data untuk pembuatan tabel distribusi frekwensi dalam statistika.

1.4.2 Sistem angka (Numerasi) Mesir Purba
Kira-kira 3400 tahun sebelum masehi bangsa Mesir telah mengenal tulisan Hierogyphics (tulisan Mesir Kuno), tulisan ini mereka pahat pada batu-batu, papyrus, pohon kayu, barang-barang pecah belah, dan lain-lain. Tulisan Mesir Kuno ini berkembang dari sistem Ijir yang dikelompokkan sepuluh-sepuluh menjadi bilangan dasar 10, karena mereka telah mengenal bilangan-bilangan yang lebih besar. Keunikan dari sistem angka Mesir Kuno, pada setiap perpangkatan 10 sampai dengan 106 mempunyai lambang tersendiri..
Lambang-lambang itu adalah:
1 = │ Stroke (tongkat)
10 = ⋂ Heel bone ( tulang tumit )
100 = פ Scroll (gulungan surat)
1000 = ♣ Lotus flower (bunga teratai)
10.000 = ¶ a pointing finger (jari telunjuk)
100.000 = ∝ Burbit fish (ikan burbot)
1000.000 = ♀ a man in astonishment (orang keheranan)

Untuk menuliskan satu bilangan, maka lambang-lambang yang menunjukkan bilangan-bilangan itu disusun pada suatu garis mendatar. Nilai bilangan yang dinyatakan dengan suatu sistem adalah jumlah nilai-nilai dari bilangan-bilangan yang dilambangkan oleh lambang-lambang dasar. Perlu diketahui bahwa posisi atau tempat dari setiap lambang tidak mempengaruhi nilai bilangan.
Contoh-contoh :
4 = ││││
12 = ⋂ ││ atau ││ ⋂ atau │ ⋂│
35 = ⋂⋂⋂ │││││
321 = פ פ פ ∩∩I
3313 = ♣♣♣ פפ פ ∩I
13.013 = ¶♣♣♣∩III
Karena posisi lambang tidak mempengaruhi nilai bilangan, maka lambang-lambang di atas dapat dipertukarkan tempatnya jadi bilangan-bilangan :
III ♣∩ = ♣III∩ = ∩III♣
Mempunyai nilai yang sama, yaitu 1023.
Untuk menuliskan pecahan, lambangnya ditunjukkan dengan membuat “ellips” di atas bilangan pembaginya, kecuali untuk pecahan-pecahan 1/2, 1/3 dan 2/3 mempunyai lambang tersendiri.
Yaitu 1/2 = ⊂, 1/3 = dan 2/3 = φ

1.4.3 Sistem angka (Numerasi) Babylonia
Bangsa Babylonia ( 1000 – 200 sebelum Masehi) telah mengenal suatu sistem angka. Untuk sitem angka ini hanya mempunyai dua lambang dasar, yaitu ▼ = 1 dan ◄ = 10.Untuk hitungan kecil di bawah 60 dituliskan dengan pengelompokan yang sederhanamenggunakan dasar 10. untuk menyederhanakan penulisan lambang bilangan dipakai suatu simbol pengurangan, yaitu ▼◄
Contoh :
1. 25 = ◄ ◄ ▼▼▼
▼▼

2. 38 = 40 – 2 = ◄◄◄◄ ▼◄ ▼▼ atau ◄◄ ▼◄ ▼▼
◄◄



Untuk bilangan yang lebih dari 60 dipergunakan bilangan dasar 60.
Contoh.
3. 80 = 1 (60) + 20 = ▼ ◄ ◄
4. 4000 = 1(60)² + 6 (60) + 40 + ▼ ▼▼▼ ◄◄◄◄
▼▼▼
5. 456.151 =2(60)³+6(60)²+42(60)+31 =▼▼ ▼▼▼ ◄◄▼▼ ◄◄◄▼
▼▼▼ ◄◄
Kita lihat setiap koefesien dari 60n ditulis dari kiri ke kanan mulai dari koefesien pangkat yang tertinggi sampai yang terkecil diakhiri dengan bilangan satuan. Posisi pada setiap lambang bilangan tidak boleh diubah sebab akan mempengaruhi nilai dari bilangan itu. Tulisan Babylonia ini disebut juga cunieform yang biasa ditulis pada tanah liat dengan menggunakan ujung tongkat. Pada ujung tongkat itu ditulis lambang bilangan-lambang bilangan yang diperlukan.
Daerah tempat sistem ini dipergunakan ialah disekitar sungai Eufrat dan Tigris (sekrang dikenal dengan nama Irak). Sistem numerasi ini merupakan sistem bilangan aditif yang dipadukan dengan sistem posisi (nilai tempat). Seperti terlihat pada contoh-contoh di atas, simbol ▼ selain menunjukkan 1 juga dapat menunjukkan 60, 602, 603, ... 60n. Begitu juga < selain menujukkan 10, juga dapat menunjukkan 10.60, 10.602, 10.603, ... 10.60n
Contoh :
1. ▼◄ ▼ dapat berarti : a. 60 + 10 + 1 = 71
b. 602 + 10.60 + 1 = 4201
c. 603 + 10. 602 + 1.60 = 252.060
Oleh karena itu untuk menghidari kekeliruan dalam menafsirkan nilai dari lambang-lambang tersebut biasanya digunakan tanda selang.
Contoh :
1. a. ▼▼▼▼ = 4 ( tanpa selang)
b. ▼ — ▼▼▼ = 63 ( pakai selang satu )
c. ▼— — ▼▼▼ = 60² + 3 = 3603 ( pakai selang dua )
2. tulislah dalam sistem hindi – arab
▼— — ▼—◄▼▼▼ = 1(60)² + 18.60 + 13 = 4693


1.4.4 Sistem aneka (Numerasi) Alphabet Yunani
Kira-kira tahun 450 s.M. bangsa Ionia dari Yunani telah mengembangkan suatu sistem angka, yaitu alphabet Yunani sendiri yang terdiri dari 27 huruf. Bilangan dasar yang mereka pergunakan adalah 10.
Huruf-huruf itu mempunyai nilai-nilai sebagai berikut :
1 = α alpha 10 = ι iola
2 = β beta 20 = κ kappa
3 = γ gamma 30 = λ lambda
4 = δ delta 40 = μ mu
5 = ε epsilon 50 = ν nu
6 = ζ obselet digamma 60 = ξ xi
7 = ι zeta 70 = ο omicron
8 = η eta 80 = π pi
9 = θ theta 90 = ά obselet koppa

100 = ρ rho
200 = σ sigma
300 = τ tau
400 = υ upsilon
500 = φ phi
600 = χ chi
700 = ψ psi
800 = ω omega
900 = Ў obselet sampi
Contoh – contoh :
1. 12 = ι β
2. 21 = κ α
3. 247 = σ μ ς
Sebagaimana kita lihat pada contoh-copntoh di atas sampai ratusan, sistem angka alphabet yunani ini mempunyai lambang tersendiri.
Untuk menyatakan ribuan, di atas sembilan angka dasar yang pertama (dari .. sampai ) dibubuhi tanda aksen (‘) sebagai contoh α’ = 1000, ε’ = 5000.
Sedangkan kelipatan 10.000 dinyatakan dengan menaruh angka yang bersangkutan di atas tanda M.
Contoh.
4. 5000 = ε ‘
5. 3567 = γ’ φ ξ ς

Dibandingkan dengan sistem angka Mesir Purba, maka penulisan dengan sistem angka alphabet Yunani ini lebih singkat dan sistematis. Sebagai contoh untuk penulisan untuk penulisan bilangan 500 dalam sistem angka Mesir Purba lambang 9 ditulis sampai 5 kali tetapi dalam sistem angka alphabet yunani telah mempunyai lambang tersendiri yaitu φ

Jumat, 16 September 2011

EVALUASI DIRI SEKOLAH (EDS)

LATAR BELAKANG
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang Kepala Sekolah/Madrasah/madrasah harus memiliki kompetensi-kompetensi seperti tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah: - kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Disamping itu sebagai orang yang paling bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu pendidikan di satuan pendidikan dibawah tanggung jawabnnya, dia juga harus mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 63 tahun 2009 tentang Sistim Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang mengharuskan “terbangunnya budaya mutu pendidikan” serta “terpetakannya mutu pendidikan yang rinci pada satuan pendidikan”.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka para kepala Sekolah/Madrasah khususnya dan pemangku kepentingan pendidikan pada umumnya, mutlak perlu mengetahui secara benar konsep, maksud dan tujuan serta mampu melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) di Sekolah/ Madrasahnya. Dengan melaksanakan EDS/M ini maka kepala Sekolah/Madrasah akan lebih dapat melaksanakan kompetensi manajerialnya secara menyeluruh dan bermakna yang akan membantu peningkatan kinerja Sekolah/Madrasah – khususnya dalam melihat sejauh manakah Sekolah/ Madrasah telah mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta kekuatan dan kelemahannya sehingga Sekolah/Madrasah dapat menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) berdasarkan keadaan dan kebutuhan nyata mereka.
Peningkatan mutu pendidikan khususnya pada satuan pendidikan memerlukan adanya kepala Sekolah/Madrasah yang handal, tangguh dan berkemampuan yang secara bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan di Sekolah/Madrasah dapat memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada semua peserta didik. Kepala Sekolah/Madrasah yang handal diharapkan dapat menjadi lokomotif dan kekuatan untuk membimbing, menjadi contoh, serta menggerakkan para pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah/Madrasah. Oleh karena itu, program penguatan kemampuan kepala Sekolah/Madrasah perlu memasukkan pembahasan mengenai EDS/M, yang merupakan bagian penting dalam kompetensi manajerial, sebagai salah satu topik yang harus diketahui dan dipahami secara benar untuk selanjutnya dilaksanakan oleh para kepala Sekolah/Madrasah/madrasah.
Materi tentang EDS/M ini sejauh mungkin diupayakan disusun dalam bentuk modul belajar mandiri yang dapat juga dipakai sebagai bahan belajar kelompok. Untuk dapat memperoleh manfaat maksimal, dalam memakai materi ini seyogyanya dibarengi dengan menyediakan dokumen dokumen utama tentang EDS/M yaitu: (1) Instrumen EDS/M itu sendiri, (2) Pedoman Teknis EDS/M dan (3) Format Laporan EDS/M. Kesemuanya ini akan memberikan pengertian menyeluruh tentang apa, mengapa serta bagaimana EDS/M ini.
Dalam pelaksanaan EDS/M di Sekolah/Madrasah, untuk mempermudah pengisian Instrumen, mereka juga perlu menyediakan semua Peraturan Menteri tentang kedelapan SNP, Standar per standar, sebagai rujukan dan panduan dalam menentukan Tahap pencapaian Sekolah/Madrasah dalam pelaksanaan tiap Standar. Dengan demikian maka dalam memakai Instrumen EDS/M dan mengisi Instrumen tersebut mereka akan sangat terbantu untuk menentukan peringkat pencapaian yang tepat pada setiap standar dengan merujuk langsung kepada Peraturan Menteri pada tiap standar sebagai dasar penentuan peringkat.
PEMAHAMAN KONSEP DAN PENGERTIAN EDS/M
a.Apa itu EDS/M – untuk memahami Konsep EDS/M secara menyeluruh.
b.Mengapa perlu EDS/M – alasan perlunya ada EDS/M.
c.Siapa pelaksana EDS/M di satuan pendidikan – EDS/M sebagai tugas bersama antar semua pemangku kepentingan melalui Tim Pengembang Sekolah/Madrasah (TPS), dan EDS/M bukan hanya merupakan tugas kepala Sekolah/Madrasah saja.
d.Manfaat EDS/M – kegunaan EDS/M baik bagi pihak Sekolah/Madrasah maupun pihak jajaran Dinas Pendidikan atau Kantor Kementerian Agama diTahap kabupaten/kota.
e.Beda EDS/M dan evaluasi - evaluasi lainnya – agar mengetahui dengan pasti perbedaannya sebab banyak yang mempertanyakan apa perlu melaksanakan EDS/M sebab sudah banyak Evaluasi tentang kinerja Sekolah/Madrasah.
f.Isu-isu dalam pelaksanaan EDS/M – bagaimana Sekolah/Madrasah, yang pada mulanya “mencurigai” EDS/M pada akhirnya merasa amat terbantu dengan adanya EDS/M dan bagaimana mereka menyiasati kendala-kendala dalam pelaksanaan EDS/M.
PELAKSANAAN EDS/M
Modul ini akan membahas bagaimana Sekolah/Madrasah melaksanakan EDS/M dalam mengevaluasi pelaksanaan kinerja Sekolah/Madrasah dipandang berdasar SPM dan SNP. Untuk membahas hal ini dengan jelas perlu dibarengi dengan mempelajari Instrumen EDS/M itu sendiri, yang ada didalam CD, dan mempraktekkannnya. Hal ini dirasa lebih sesuai daripada memasukkan Instrumen EDS/M kedalam modul ini sebab akan membuatnya menjadi amat tebal dan memberatkan para pemakai.
Instrumen EDS/M membahas keseluruhan isi SNP yang terdiri dari:
1.Standar Sarana Dan Prasarana.
2.Standar Isi.
3.Standar Proses.
4.Standar Penilaian.
5.Standar Kompetensi Lulusan.
6.Standar Pengelolaan.
7.Standar Pendidik Dan Tenaga Kependidikan.
8.Standar Pembiayaan.

BAB II
KONSEP DAN PENGERTIAN
EVALUASI DIRI SEKOLAH/MADRASAH (EDS/M)


PENGANTAR EDS
Seperti kita ketahui SDM merupakan tiang utama dalam pembangunan negara sehingga semakin terdidik SDM sesuatu negara, akan semakin mudah untuk melaksanakan pembangunan dan upaya pemenuhan kesejahteraan rakyat. Di negeri kita SDM kita belum dapat dibanggakan disebabkan oleh berbagai hal, terutama rendahnya mutu pendidikan secara umum. Dan karenanya upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan kita mutlak harus dilaksanakan agar kita memperoleh SDM yang bermutu untuk memacu pembangunan dan menyongsong era globalisasi yang efeknya sudah kita rasakan bersama sekarang.
Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2009 telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 63 tentang “Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan” (SPMP) untuk terciptanya satu sistem penjaminan mutu pendidikan yang sekaligus juga akan menjadi dasar pelaksanaan peningkatan mutu pendidikan sehingga akan tercipta “budaya” peningkatan mutu pendidikan yang berkelanjutan. Permen Nomor 63 menjadi acuan dalam upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan. Peraturan Menteri ini secara lengkap ada dalam CD.
Salah satu komponen utama program SPMP adalah program “Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah” atau EDS/M yang dalam bahasa Inggrisnya disebut “Supported School Self Evaluation” (SSSE). Dengan program ini Sekolah/Madrasah diminta untuk secara internal melakukan evaluasi sendiri kinerjanya berdasarkan SPM dan SNP. Seperti tersirat dalam istilah Inggrisnya dengan adanya kata “Supported”, program ini memandang penting adanya “dukungan” penuh pada kegiatan Evaluasi diri ini dari semua unsur dan pemangku kepentingan yang terlibat di Sekolah/Madrasah sehingga bukan hanya Kepala Sekolah/Madrasah saja yang terlibat tapi juga para guru, Komite Sekolah/Madrasah, wakil orang tua peserta didik serta mendapat bimbingan dari Pengawas Sekolah/Madrasah.
Dalam pelaksanaan EDS/M yang baik, perlu adanya “support” yaitu “dukungan” atau “bantuan” dari berbagai pihak terkait agar Sekolah/Madrasah dapat melaksanakan EDS/M secara bersama sehingga akan terjadi kebersamaan dalam tindakan dan nantinya dalam tanggung jawab juga. EDS/M diharapkan akan memberikan dasar yang nyata untuk membuat RPS/RKS yang solid untuk peningkatan kinerja Sekolah/Madrasah dan dasar terciptanya budaya mutu di Sekolah/Madrasah.

KONSEP EVALUASI DIRI SEKOLAH/MADRASAH
1. Apa itu EDS/M
EDS/M adalah evaluasi internal yang dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan (stakeholders) di Sekolah/Madrasah untuk mengetahui secara menyeluruh kinerja Sekolah/Madrasah dilihat dari pencapaian SPM dan 8 SNP dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya secara pasti sehingga akan diperoleh masukan dan dasar nyata untuk membuat RPS/RKS dalam upaya untuk menumbuhkan budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Ada beberapa hal penting yang kita perhatikan disini:
a.Evaluasi Yang Bersifat Internal – dilakukan oleh dan untuk mereka sendiri, bukan dilaksanakan oleh orang lain. Ini adalah evaluasi internal, bukan evaluasi external oleh pihak luar.
b.Akan Mengevaluasi Seluruh Kinerja Sekolah/Madrasah yang akan meliputi aspek-aspek manajerial dan akademis.
c.Mengacu Pada SPM Dan 8 SNP yang hasilnya akan membantu program nasional dalam upaya penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan secara umum.
d.Untuk Kepentingan Sekolah/Madrasah Itu Sendiri, bukan untuk perbandingan dengan Sekolah/Madrasah Sekolah/Madrasah lain atau untuk akreditasi Sekolah/Madrasah.
e.Hasil EDS/M sebagai Bahan Masukan Dan Dasar Dalam Penulisan RPS/RKS maupun RAPBS/RAKS.
f.Dilaksanakan minimal setahun sekali oleh semua stakeholder pendidikan di sekolah/madrasah, bukan hanya oleh kepala Sekolah/Madrasah saja dengan bimbingan dan pengawasan Pengawas Sekolah/Madrasah.

2.Mengapa perlu EDS/M?
EDS/M diSekolah/Madrasah diperlukan sebab sampai sekarang belum ada satupun alat yang dapat dipakai oleh Sekolah/Madrasah untuk memberikan gambaran umum dalam aspek SPM dan 8 SNP secara nyata, akurat dan berdasarkan bukti-bukti tentang seluruh kinerja Sekolah/Madrasah sebagai dasar untuk membuat RPS/RKS dan peningkatan mutu professional seluruh pemangku kepentingan Sekolah/Madrasah.
Walaupun sudah ada beberapa upaya evaluasi di Sekolah/Madrasah, kebanyakan adalah evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar, jadi sifatnya eksternal, untuk menilai Sekolah/Madrasah – contoh untuk akreditasi, pemberian bantuan dsb. Dengan demikian kehadiran EDS/M amat diperlukan oleh Sekolah/Madrasah karena evaluasi ini adalah evaluasi internal yang dilakukan oleh dan untuk Sekolah/Madrasah sendiri guna mengetahui kekuatan dan kelemahannya sendiri – semacam cermin muka yang dapat dipakai dalam melihat kekuatan dan kelemahannya sendiri untuk selanjutnya dipakai dasar dalam upaya memperbaiki kinerjanya.
Hasil EDS/M juga dapat dipakai oleh Pengawas untuk laporan kepada pihak Dinas Pendidikan/Kantor Kemenag kab/kota melalui kegiatan “Monitoring Sekolah/Madrasah Oleh Pemerintah Daerah” (MSPD) sebagai masukan untuk dasar Perencanaan Peningkatan Mutu Pendidikan dan dasar pemberian bantuan / intervensi ke Sekolah/Madrasah.

3.Siapa Pelaksana EDS/M di Sekolah/Madrasah?
EDS/M sebaiknya dilaksanakan oleh semua stakeholder atau pemangku pendidikan di Sekolah/Madrasah sebab EDS/M bukan hanya tugas dan tanggung jawab kepala Sekolah/Madrasah saja dan agar ada kebersamaan dan rasa memiliki bersama. Keterlibatan mereka juga diharapkan akan dapat memberikan gambaran akan kebutuhan nyata Sekolah/Madrasah secara menyeluruh. Untuk menangani EDS/M ini sebaiknya Sekolah/Madrasah membentuk satu tim EDS/M khusus yang bisa disebut Tim Pengembang Sekolah/Madrasah (TPS) dengan beranggotakan unsur-unsur dibawah ini:
a.Kepala sekolah/madrasah sebagai penanggung jawab.
b.Wakil dari unsur tenaga pendidik.
c.Wakil dari unsur komite sekolah/madrasah.
d.Wakil dari unsur orang tua peserta didik.
e.Pengawas sebagai pihak yang memberi bimbingan.
Karena kedudukannya, Pengawas bisa dianggap sebagai anggota TPS atau bukan anggota TPS. Yang penting adalah dia terlibat dalam EDS/M di Sekolah/Madrasah yang menjadi binaannya dalam memberikan bimbingan dan masukannya dalam pelaksanaan EDS/M. Pelaksanaan EDS/M dilapangan juga melibatkan para tenaga pendidik lainnya di Sekolah/Madrasah, khusunya ketika membicarakan standar-standar yang berhubungan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar. Dengan demikian EDS/M dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di Sekolah/Madrasah dan bukan hanya tanggung jawab kepala Sekolah/Madrasah saja.

4.MANFAAT EDS/M
Beberapa manfaat EDS/M:
(1). BAGI SEKOLAH/MADRASAH:
a.Sekolah/Madrasah mempunyai instrument internal yang dapat dipakai untuk mengevaluasi kinerjanya.
b.Sekolah/Madrasah dapat mengetahui sampai dimanakah Tahap pencapaian mereka dilihat dari SPM dan SNP.
c.Sekolah/Madrasah dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya secara pasti.
d.Sekolah/Madrasah dapat mengetahui dengan pasti dan dapat memprioritaskan aspek mana yang memerlukan peningkatan.
e.Sekolah/Madrasah dapat memperoleh dasar nyata untuk membuat RPS/RKS dan RAPBS/RAKS berdasarkan kebutuhan nyata Sekolah/Madrasah, bukan atas dasar asumsi atau perkiraan saja
f.Sekolah/Madrasah dapat mengetahui perkembangan upaya peningkatan mutu pelayanan mereka sebab EDS/M dilakukan secara berkala.

(2) BAGI SISTEM PENDIDIKAN DI KAB/KOTA:

a.Diperolehnya informasi kongkrit keadaan umum Sekolah/Madrasah dalam pencapaian SPM dan 8 SNP.
b.Terdapatnya gambaran umum secara pasti tentang kinerja Sekolah/Madrasah-Sekolah/Madrasah diTahap kab/kota.
c.Adanya dasar untuk kegiatan perencanaan diTahap kab/kota serta dasar pemberian bantuan ke Sekolah/Madrasah-Sekolah/Madrasah di daerah itu.
d.Hasil EDS/M ini dijadikan dasar untuk laporan ke jajaran diTahap kab/kota melalui kegiatan ”Monitoring Sekolah/Madrasah oleh Pemerintah Daerah” – MSPD- yang dilakukan oleh para Pengawas Sekolah/Madrasah.

5. BEDA EDS/M DENGAN EVALUASI-EVALUASI LAIN
a. EDS/M adalah evaluasi diri yang bersifat internal yang dilaksanakan oleh para stakeholder di Sekolah/Madrasah tersebut.
b.EDS/M dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sendiri dan dipakai sebagai dasar untuk membuat RPS/RKS dan RAPBS/RAKS.
c. EDS/M dilaksanakan bukan untuk memberikan peringkat atau ranking Sekolah/Madrasah dibanding dengan Sekolah/Madrasah lainnya.
d. Evaluasi-evaluasi lainnya biasanya bersifat eksternal yang dilakukan oleh pihak luar lebih untuk kepentingan mereka bukan kepentingan Sekolah/Madrasah.
f. Karena EDS/M adalah evaluasi internal untuk dasar peningkatan mutu mereka maka evaluasi biasanya akan lebih jujur sebab keadaan itu akan dijadikan dasar pelaksanaan upaya peningkatan kinerja mereka.

6. ISU-ISU DALAM PELAKSANAAN EDS/M
a. Pada awalnya EDS/M dianggap sebagai beban tambahan baru yang memberatkan tugas Sekolah/Madrasah/TPS namun dalam prosesnya Sekolah/Madrasah merasa butuh terhadap EDS/M sebagai dasar penuyusunan RPS/RKS.
b. Pada awalnya EDS/M dikira sama dengan Evaluasi lain seperti yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Propinsi dan akhirnya mereka tahu beda EDS/M dan Evaluasi eksternal lain.
c. Pada awalnya Sekolah/Madrasah menganggap perlu dana banyak untuk melaksanakan EDS/M, namun dalam prosesnya diketahui bahwa sebenarnya dana memang diperlukan untuk “pelaksanaan upaya peningkatan mutu” yang direncanakan dalam RPS berdasarkan hasil EDS/M, bukan untuk melaksanakan EDS/M itu sendiri.
d. Isu apakah Dinas Pendidikan/Kantor Kemenag dapat dan mau menerima EDS/M secara formal. Dalam prosesnya EDS/M dapat diadopsi dan telah direplikasikan oleh Dinas Pendidikan/Kantor Kemenag sebab mereka mengetahui manfaatnya bagi Sekolah/Madrasah dan bagi perencanaan peningkatan mutu pendidikan.




BAB III
INSTRUMEN EDS/M

LATAR BELAKANG
Instrumen EDS/M adalah alat utama yang akan dipakai dalam EDS/M untuk memperoleh serangkaian informasi tentang seluruh kinerja Sekolah/Madrasah dan mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam SPM dan SNP. Dengan demikian maka Instrumen EDS/M dituliskan berdasarkan kedelapan Standar dalam SNP.
Pada awalnya buram Instrumen EDS/M ditulis oleh pakar Internasional yang membantu Pemerintah Republik Indonesia dan yang bekerja di MCPM-AIBEP. Buram Instrumen ini diperkaya dengan masukan masukan dari para pakar pendidikan nasional lainnya di MCPM sebelum dibicarakan dengan pihak Pemerintah – khusunya pihak Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Buram ini lalu mendapat masukan-masukan baru dan disepakati bahwa Instrumen EDS/M ini harus mengacu pada 8 SNP sebagai rujukannya.
Instrumen EDS/M ini kemudian divalidasi oleh pihak Pemerintah dan diuji cobakan di 3 daerah binaan – Kabupaten Gresik di Jawa Timur, Kabupaten Boalemo di Gorontalo dan Kabupaten Muaro Jambi di Jambi. Sebelum uji coba pemakaian Instrumen EDS/M dilakukan dulu Pelatihan untuk Pelatih (ToT) dari ketiga kabupaten ini diTahap nasional pada bulan Oktober 2008. Setelah pelaksanaan ToT ini dilaksanakan juga pelatihan untuk para anggota TPS dari 36 Sekolah/Madrasah binaan diketiga kabupaten – masing masing kabupaten terdiri dari 12 Sekolah/Madrasah - pada bulan Nopember 2008.
EDS/M di uji-cobakan mulai bulan Nopember 2008 – Februari 2009 yang diawali dengan pelatihan stakeholder daerah. Tim Teknis EDS/M pusat yang terdiri dari pejabat/staf pada Kementerian Pendidikan Nasional dan Agama serta konsultan MCPM mengadakan monitoring uji-coba tsb pada bulan Desember 2008 dan akhir Januari 2009. Monitoring itu dilaksanakan untuk mengetahui lebih lanjut tentang Instrumen EDS/M itu sendiri – keterbacaannya, pemahaman para pemakainya, efektifitas pelaksanaan EDS/M serta begaimana kerja sama antar anggota TPS dalam melaksanakan EDS/M serta manfaat EDS/M bagi Sekolah/Madrasah.
Loka karya tentang pelaksanaan EDS/M dilakukan diTahap Kabupaten pada bulan Maret 2009 dan disusul dengan Loka karya Tahap nasional pada bulan April 2009. Dari hasil loka karya ini didapatkan serangkaian usulan untuk perbaikan Instrumen EDS/M yang perbaikannya telah dilakukan oleh Tim Teknis EDS/M Nasional pada bulan Mei 2009. Dengan demikian maka Instrumen EDS/M telah diperbaiki sesuai dengan hasil monitoring dan usulan-usulan dari daerah.
Kegunaan dan manfaat EDS/M dapat diketahui dari pengakuan para pelaku EDS/M di daerah. ”Dengan EDS/M kita mengetahui kekurangan-kekurangan kita dalam SNP dan mempunyai dasar nyata dalam pembuatan RKS dan RAPBS, bukan berdasarkan kira-kira”, pengakuan salah seorang Kepala SD di Gresik tentang manfaat EDS/M. ”EDS/M membuat kita lebih sadar tentang SNP dan bagaimana kita mencapainya!”, aku salah seorang kepala MI di Boalemo di Gorontalo. ”Sekarang kita tahu persis aspek-aspek mana yang perlu kita Tahapkan berdasarkan hasil EDS/M”, aku seorang Kepala SMP di Muaro Jambi yang telah melaksanakan EDS/M di Sekolah/Madrasahnya.
BAGAIMANA BENTUK INSTRUMEN EDS/M
Seperti dikatakan diatas Instrumen EDS/M ini mengacu kepada SPM dan SNP dan karenanya menanyakan secara rinci semua hal yang berkenaan dengan aspek-aspek pada tiap standar. Beberapa butir penting mengenai Instrumen ini:
a. Instrumen EDS/M mengacu pada SPM dan SNP - seluruh 13 butir dalam SPM yang berhubungan Sekolah/Madrasah tapi tidak memasukkan 14 butir lainnya yang bersangkutan dengan pemerintah kab/kota serta 8 SNP.
b. Instrumen EDS/M mencakup beberapa pertanyaan pokok pada tiap standar yang terkait dengan SPM dan SNP sebagai dasar bagi Sekolah/Madrasah untuk memperoleh informasi dan data secara rinci tentang kinerjanya secara kwalitatif.
c. Dalam Instrumen EDS/M, tiap Standar dibagi dalam beberapa komponen yang diharap dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh.
d. Pada setiap komponen pada pertanyaan ditiap standar ada beberapa spesifikasinya untuk memperoleh informasi yang lebih komplit.
e. Pada setiap aspek dari setiap standar terdiri dari 4 tahapan pencapaian - tahap 1 berarti kurang, tahap 2 berarti sedang, tahap 3 berarti baik, dan tahap 4 berarti amat baik.
f. Pada tiap tahap pencapaian terdapat beberapa indikator yang sesuai dengan Tahap pencapaian tersebut. Tahap 2 sama dengan telah memenuhi kriteria SPM.
Dibawah ini dapat dilihat contoh ”Standar, Komponen pada tiap Standar, Spesifikasi dari Komponen tersebut dan Indikator-indikator dari Spesifikasi tersebut”.

Untuk mengisi Instrumen, pertama cermati kata kunci yang tertera pada indikator. Selanjutnya lihat dan potret situasi dan kondisi nyata sekolah dengan melihat bukti fisik berupa dokumen, rekaman atau keberadaan fisik ril sekolah yang dapat berupa (bangunan, sarana prasarana, infrastruktur yang belum teradministrasi) yang sudah dimiliki oleh sekolah saat ini. Kemudian berdasarkan bukti tersebut buat deskripsi pada kolom ringkasan deskripsi tentang apa yang sudah dimiliki, dilakukan oleh sekolah, lakukan juga pengadminitrasian pada eset sekolah yang belum dilengkapi/memiliki dokumen administrasinya untuk melengkapi bukti fisik dokumen. Pada kolom ini juga dapat duuraikan kondisi dan situasi yang belum memenuhi indikator yang dinyatakan pada kolom diatas kondisi yang belum ini akan digunakan untuk bahan perumusan rekomendasi buata sekolah tentang apa yang harus ditindak-lanjuti. Langkah selanjutnya bandingkan ringkasan deskripsi yang telah memenuhi aspek indikator dengan pernyataan yang tertera pada kolom Tahapan pengembangan. Untuk menetapkan Tahap pengembanan, apakah terletak pada tahap 1, 2, 3, atau 4, pertama pengguna instrumen perlu mencermati kata kunci pada pernyataan setiap tahap agar dapat melihat perbedaan dari setiap tahap dan menselaraskan pemahamannya dengan indikator. Setelah paham pilih salah satu kolom tahap pengembangan dengan mencentang kolom disamping angka yang ada pada setiap tahapan, Penetapan tahap pengembangan tersebut tentu mempertimbangkan pada kondisi sekolah yang paling cocok seperti dinyatakan pada kolom ringkasan deskripsi tersebut.. Jadi , ”Ringkasan Deskripsi Sekolah/Madrasah menurut indikator dan berdasarkan bukti” alah menggambarkan kondisi nyata sekolah sekaligus ringkasan temuan-temuan atas kinerja Sekolah/Madrasah yang di EDS untuk satu indikator tertentu. Dari melakukan pengsisian EDS/M ini, dapat disimpulkan antara lain:.
a. Tahap pencapaian pada setiap Standar dalam Instrumen ini dapat digunakan Sekolah/Madrasah untuk menilai kinerjanya pada standar tersebut.
b. Instrumen EDS/M terdiri dari sejumlah pertanyaan terkait dengan SPM dan 8 SNP yang paling erat hubungannya dengan mutu pembelajaran yang hasilnya menjadi dasar untuk menyusun RPS/RKS dan RAPBS/RKAS.
Dalam mengisi Instrumen EDS/M perlu dilakukan dengan jujur dan apa adanya. kalau memberikan penilaian lebih baik dari kenyataannya hanya akan merugikan Sekolah/Madrasah itu sendiri, sebab hasil EDS/M akan dijadikan dasar penyusunan RPS. Tentu saja RPS tidak akan memasukkan kegiatan untuk meningkatkan aspek yang ”diaku telah baik” itu, sehingga tak akan ada kegiatan untuk meningkatkannya. Jika Sekolah/Madrasah melakukan upaya peningkatan dan Sekolah/Madrasah meningkat kinerjanya, maka ini tak akan tercatat sebagai kenaikan/progress, karena menurut catatan EDS/M tahun sebelumnya nilainya sudah ”baik”, jadi tidak ada peningkatan.

DISKUSI
Untuk lebih memperkaya pemahaman Anda dalam hal ini, mohon diskusikan butir-butir berikut:
1. Acuan Instrumen EDS/M dan mengapa
2. Bentuk Instrumen EDS/M pada tiap Standar
3. Manfaat adanya kejujuran dalam mengisi EDS/M


BAB IV
PENGISIAN INSTRUMEN EDS/M
APA YANG DIPERLUKAN UNTUK PENGISIAN INSTRUMEN EDS/M
Untuk memudahkan pengisian Instrumen EDS/M, maka disamping Instrumen itu sendiri, diperlukan adanya:
(1) Semua Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkenaan dengan SPM dan 8 SNP, baik buku peraturan itu sendiri atau dalam bentuk CD, sebagai rujukan pengisian Instrumen EDS/M ini. Semua dokumen ini dapat diakses pada situs BSNP: http://www.bsnp-indonesia.org
(2) Semua peraturan daerah yang sejalan dengan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan 8 SNP
(3) Semua dokumen dan rekaman yang terkumpul dalam profil sekolah yang menggambarkan kinerja sekolah secara kualitatif maupun kuantitatif.
(4) Dokumen evaluasi lain yang dapat dipakai untuk membantu meningkatkan mutu pengisian instrumen EDS/M seperti; Hasil evaluasi dari BAN, hasil supervisi kepala sekolah dan pengawas dll.
Disamping itu seperti dikemukakan sebelumnya dalam mengisi Instrumen EDS/M diperlukan kejujuran sehingga yang dicatat itu memang keadaan sebenarnya dan hasil EDS/M merupakan data nyata keadaan Sekolah/Madrasah. Pengisian Instrumen EDS/M diharapkan dilakukan setahun sekali sehingga akan terlihat kemajuan yang dicapai dalam kurun waktu setahun. Bagi Sekolah/Madrasah, data hasil EDS/M tahun sebelumnya akan menjadi data dasar untuk pengukuran kemajuan yang dicapai selama setahun dan bagi Pengawas menjadi dasar pelaporan ”Monitoring Sekolah/Madrasah oleh Pemerintah Daerah” (MSPD) keTahap kab/kota.
RINCIAN INSTRUMEN EDS/M
Modul ini akan membicarakan satu atau dua Standar sebagai contoh dan Anda dapat memperoleh kejelesan Standar lainnya dengan memptaktekkanya sendiri, bukan hanya dengan membaca penjelasan saja.
I. Standar Sarana dan Prasarana (Contoh)
Kita ambil contoh Standar Sarana dan Prasarana. Standar ini mempunyai 2 Komponen.
Komponen I: Apakah Sarana Sekolah/Madrasah sudah memadai? Komponen ini mempunyai 3 spesifikasi dan 4 Tahapan pencapaian yang setiap Tahapannya mempunyai beberapa indikator.
Komponen II. Apakah Sekolah/Madrasah dalam kondisi terpelihara dengan baik? Komponen ini mempunyai 3 spesifikasi dan juga 4 Tahapan pencapaian dengan indikatornya. Pada EDS/M nilai kwantitatif dipakai untuk membantu penilaian yang bersifat kwalitatif yaitu penilaian professional.
Seperti ditulis diatas, Komponen I pada Standar Sarana dan Prasarana adalah: Apakah sarana Sekolah/Madrasah sudah memadai? Komponen ini mempunyai 3 spesifikasi:
a) Sekolah/Madrasah mematuhi standar terkait dengan Sarana dan Prasarana (ukuran ruangan, jumlah ruangan, dan persyaratan untuk sistim ventilasi).
b) Sekolah/Madrasah mematuhi standar terkait dengan jumlah peserta didik dalam kelompok belajar.
c) Sekolah/Madrasah mematuhi standar terkait dengan penyediaan alat dan sumber belajar termasuk buku pelajaran.
Dibawah ini contoh Instrumen EDS/M tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Komponen 1. Apakah sarana Sekolah/Madrasah sudah memadai? Akan terlihat dengan jelas ”Komponen-nya” dan 3 ”Spesifikasinya” serta ”Indikator-indikator” pada tiap Tahapan Komponen ini.

Sabtu, 30 Juli 2011

TIGA AMALAM BAIK (3 IS)

Tiga Amalan Baik
Oleh: Hiqzal Mutaqin
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup.
Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Tiga amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar yang kita singkat TIGA IS.

1.ISTIQOMAH
Istiqomah. yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah.
Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits berikut:

عَنْ أَبِيْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قُلْ لِيْ فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُهُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ. (رواه مسلم).
“Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab, ‘Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah’.” (HR. Muslim).

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam Al-Qur-an surat Fushshilat ayat 30:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatahkan): “Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Qs. Fushshilat: 30)
2.ISTIKHARAH
Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan.
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas, dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah.
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة).
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan bicaralah esok hari).
Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakkan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدًا عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقٌ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ. (رواه البيهقي عن جابر).
Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya semua itu ada balasannya. (HR.Baihaqi dari Jabir).

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehendakya tanpa mengindahkan etika agama . Para pakar barang kali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang-kadang justru membingungkan masyarakat.

Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.
Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ.
Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR. Thabrani dari Anas)
3. ISTIGHFAR
Istighfar, yaitu selalu instropeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izati.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati.

Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita instropeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridloan Allah.

Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-teroboan yang produktif, maka kreatifitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi adakalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang menumpuk yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan bertobat.

Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud Alaihissalam, kepada kaumnya:
“Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa” (QS. Hud:52).

Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan TIGA IS di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.
Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.

Jumat, 29 Juli 2011

What is lesson study?

Lesson study* is a professional development process that Japanese teachers engage in to systematically examine their practice, with the goal of becoming more effective. This examination centers on teachers working collaboratively on a small number of "study lessons". Working on these study lessons involves planning, teaching, observing, and critiquing the lessons. To provide focus and direction to this work, the teachers select an overarching goal and related research question that they want to explore. This research question then serves to guide their work on all the study lessons.

While working on a study lesson, teachers jointly draw up a detailed plan for the lesson, which one of the teachers uses to teach the lesson in a real classroom (as other group members observe the lesson). The group then comes together to discuss their observations of the lesson. Often, the group revises the lesson, and another teacher implements it in a second classroom, while group members again look on. The group will come together again to discuss the observed instruction. Finally, the teachers produce a report of what their study lessons have taught them, particularly with respect to their research question.

*"Derived from the Japanese word jugyokenkyuu, the term 'lesson study' was coined by Makoto Yoshida...it can also be translated in reverse as 'research lesson' [coined by Catherine Lewis], which indicates the level of scrutiny applied to individual lessons." --RBS Currents, Spring/ Summer 2002

LESSON STUDY QUOTES

In this section, you will find a selected list of quotes about lesson study and its practice in the U.S.

"We are attracted to the Japanese notion of lesson study because it lays out a model for teacher learning and a clear set of principles or hypotheses about how teachers learn. Lesson study embodies a set of concrete steps that teachers can take, over time, to improve teaching. These steps may need to be modified to work in the United States. But we believe it is better to start with an explicit model, even if it needs revising, than with no model at all." --Stigler & Hiebert, The Teaching Gap (1999)

"Japanese teachers say that the most powerful part of lesson study is that you develop the eyes to see children." --Catherine Lewis, Mills College

"Lesson study is a very powerful way to bring teachers together to structure and organize their thinking about classroom practices. However, we must not lose sight of the fact that lesson study in and of itself is an empty shell that will be filled according to the knowledge and skills brought to bear by the group of teachers conducting this activity." --Clea Fernandez, Promising Practices for Improving Instruction

Like most good investments, we expect that the growth and dividends from the time we invest in lesson study will accrue gradually over a long period of time. Improving our teaching in depth is hard, time-consuming work, which needs to be done collaboratively and in a supportive setting." --Lynn Liptak, "It's a matter of time: Scheduling lesson study at Paterson, NJ School 2" (2002)

"Lesson study helps teachers make the transition from being objects of research to actual researchers in the classroom." --Patsy Wang-Iverson, Research for Better Schools

"Lesson study takes us beyond examining student work to students working."--Patsy Wang-Iverson, Research for Better Schools

"Lesson study is easy to learn but difficult to master." --Sonal Chokshi, Lesson Study Research Group of Teachers College, Columbia University

"Lesson study is really as much of a culture as it is a professional development practice, and there has to be some kind of a cultural shift in the culture of teachers in the U.S." --Tad Watanabe, Pennysylvania State University

"I thought, how can teachers improve their teaching without doing lesson study?" --Akihiko Takahashi, De Paul University

"Why do lesson study? Besides the deep experience of working on a lesson, I'm always inspired by lesson study--the other practitioners. Please open up your classrooms!"--Akihiko Takahashi, De Paul University

If you know of any informative or other appropriate quotes about lesson study, please contact us at lsrg@columbia.edu.

LESSON STUDY HANDBOOKS/ GUIDES
In this section, you will find a list of handbooks and guides that provide prescriptive information and/ or templates for conducting lesson study. You can download or request many of these directly from this webpage. If you would like specific tools for conducting lesson study, please click here.



***The following list is alphabetized by author(s):

Lewis, C. (2002). Lesson study: A handbook of teacher-led instructional change. Philadelphia: Research for Better Schools.

This handbook illuminates both the key ideas underlying lesson study and the practical support needed to make it succeed in any subject area. Nine chapters address topics including the basic steps of lesson study, supports, misconceptions, system impact, and how to pioneer lesson study in your setting. The handbook provides practical resources including schedules, data collection examples, protocols for lesson discussion and observation, and instructional plans for mathematics, science, and language arts. Contributions by US lesson study pioneers Lynn Liptak, Tad Watanabe, and Makoto Yoshida highlight additional issues in lesson study design. If you believe that teachers should be the central force in their own professional growth, then read this book to discover both why and how lesson study matters. For ordering information, please click here.

Teacher to teacher: Reshaping instruction through lesson study (facilitator's guide). (2002). Naperville, IL: North Central Regional Laboratory (NCREL).

Teacher to Teacher: Reshaping Instruction Through Lesson Study, is a multi-media resource that includes a 140-page Facilitator's Guide and a 63-minute video. The 63-minute video contains three segments: an introduction to Lesson Study, the story of Ohio elementary teachers involved in Lesson Study through a mathematics lesson, and the story of Ohio secondary teachers participating in Lesson Study through a science lesson. The 140-page Facilitator's Guide includes interactive group processes, handouts, transparencies, facilitator notes, tools, and articles to support Lesson Study implementation. This product was published in 2002 by the North Central Regional Educational Laboratory (NCREL) and is one of the first resources that demonstrates American teachers using Lesson Study as a means of professional development in their schools. It is designed for teacher facilitators and professional developers to help support effective professional development opportunities for teachers. To order this product, please click here.